Pintu Terlarang (The Forbidden Door)
di
Focus On Asia International Film Festival 20
By: Sheila Timothy - Produser 'Pintu Terlarang' 2009
Setelah hampir 2 tahun, dan berkeliling hampir di 20 Festival di dunia, Pintu Terlarang (The Forbidden Door) bulan September ini, mendapat kehormatan untuk diputar di Focus On Asia Fukuoka International Film Festival 2010, Jepang. Dan perjalanan kali ini-pun menjadi spesial karena saya, beserta Joko Anwar (Penulis/Sutradara), Fachri Albar (Aktor Utama) dan Marsha Timothy (Aktris Utama) berkesempatan untuk hadir disana.
Kunjungan ke Festival Film manapun di dunia selalu merupakan suatu “mood booster” atau penyemangat ketika pulang untuk berkerja dan berkreasi lebih baik lagi. Juga selalu menimbulkan keinginan untuk berbagi dengan sesama pencinta film Indonesia, dengan harapan bahwa industri perfilman Nasional bisa lebih maju dari saat ini. Terlebih karena industri perfilman Indonesia masih belum mendapat tempat khusus di dunia bahkan di Asia sekalipun, tidak seperti negara-negara lain di Asia yang industri filmnya sudah terkenal memiliki karakteristik tertentu. Sebagai contoh film-film dari Asia Timur seperti dari Hong Kong, Cina dan Korea yang memiliki karakteristik film yang artistik tapi tetap memiliki potensi komersial, film-film Iran yang telah melahirkan berbagai maestro seperti Abbas Kiarostami, Mohsen Makhmalbaf dan Majid Majidi, atau mungkin perfilman Thailand yang banyak menghasilkan “entertainment films”. Indonesia, sayangnya masih harus terus bekerja keras berkarya menghasilkan film-film berkualitas sehingga mampu masuk dan diperhitungkan dalam kancah perfilman global.
Tahun ini merupakan Festival ke-20 untuk Focus on Asia International Film Festival. Festival ini bertujuan untuk memperkenalkan film –film berkualitas dari seluruh Asia, sehingga mampu bersaing dan mendapat perhatian dunia. Masa-masa kejayaan para maestro film seperti Zhang Yimao, Chen Kaige, Im Kwon-taek dari Korea, Hou Hsiao-hsien, Edward Yang dari Taiwan dan Wong Kar-wai dari Hongkong, pun sudah mulai mendekati akhir di awal abad ke-21, sehingga kini saat-nya-lah untuk mecari talenta-talenta baru dari seluruh Asia.
Hariki Yasuhiro, Festival Director FOAFIFF, mengatakan Festival kali ini lebih menitik beratkan pada pencarian film yang bisa menjadi referensi (Reference Point Films) di Asia, disebutkan contoh film yang menurutnya bisa dikatakan sebagai reference point films adalah, “Mundane History” dari Thailand, karena memiliki trend yang berbeda dari film lain di negaranya, “The Forbidden Door” sebagai “modern horror” dari Indonesia, dan “Samson & Delilah” dari Australia, yang menggambarkan tentang kehidupan Aborigin.
Di satu kesempatan wawancara Pintu Terlarang, Yasuhiro, menyatakan kekagumannya akan film Pintu Terlarang yang disebutnya sebagai jenis film post modern, yang memiliki multi dimensi, karena selain menggambarkan kedekatan hubungan keluarga antara ibu, istri dan teman dekat, juga sisi lain arsitektur baroque Indonesia yang merupakan peninggalan jaman Belanda. Yasuhiro juga mengatakan kepda saya bahwa orang-orang Jepang sangat ingin tau lebih banyak lagi tentang film-film Indonesia lainnya.
Bisa dikatakan festival kali ini Indonesia mendapat tempat terhormat, selain Sang Pemimpi menjadi film pembuka, di opening ceremony ada perangkat gamelan yang dimainkan seluruhnya oleh wanita-wanita Jepang, dan diadakan sebuah simposium yang berjudul “The charm of Indonesia Cinema-A Glimpse of Unfamiliar Indonesia” dengan pembicara : Mira Lesmana, Riri Riza dan Joko Anwar.
Ada beberapa hal lain yang sangat menarik dari Festival ini yang menurut saya dapat kita pelajari. Film-film yang dipilih dalam Festival ini disimpan dalam perpustakaan film mereka. Suatu penghargaan yang luar biasa, karena film dianggap sebagai suatu warisan budaya, sebagai bagian dalam pembentuk kebudayaan suatu bangsa. Perpustakaan Film Fukuoka yang berambisi menjadi Asian Film Center, dapat menampung 20.000 film reels dan dengan kondisi temperatur dan kelembaban yang terjaga, untuk memastikan bahwa film-film ini dapat tetap ditonton di masa yang akan datang untuk kepentingan pendidikan dan penelitian film. Satu hal yang belum dimiliki oleh Indonesia. Masih banyak film-film lama kita yang sebenarnya sangat bagus, namun tidak disimpan dengan baik, sehingga generasi muda tidak dapat menikmati dan mempelajari perkembangan film Nasional secara lengkap. Perpustakaan Film Fukuoka telah menyimpan sekitar 30 film Indonesia, diantaranya Roro Mendut (Ami Priyono), Ramadhan dan Ramona (Chaerul Umam), Oom Pasikom (Chaerul Umam), 3 Hari untuk Selamanya (Riri Riza), Mendadak dangdut (Rudi Soedjarwo) Laskar Pelangi (Riri Riza), Sang Pemimpi (Riri Riza), Pintu Terlarang (Joko Anwar).
Pada tanggal 17 September, Pintu Terlarang mendapat kesempatan untuk screening pertama, bertempat di Solaria Stage, dengan kapasitas 300 kursi yang hampir terisi seluruhnya. Setelah selesai pemutaran seperti yang biasa dilakukan dalam setiap Festival, para penonton berkesempatan untuk tanya-jawab dengan Sutradara, pemain dan saya selama 30 menit. Sesi tanya jawab ini berlangsung seru karena hampir semuanya antusias untuk bertanya terutama kepada Joko Anwar. Pertanyaan yang diajukan pun cukup mendetail, seperti apa makna nomor yang ada di pintu Herosase, apakah ada pesan-pesan tertentu yang ingin disampaikan dari pernyataan di billboard sepanjang film, apa yang mendasari Joko Anwar dan saya membuat film ini, sampai pertanyaan kepada Fachri Albar, apa trik yang dilakukan pada scene ”Christmas dinner” karena terlihat sangat nyata. Sesudah sesi tanya jawab, para penonton pun tetap antusias mengantri dengan sabar untuk berfoto dan meminta tanda tangan Marsha Timothy, Fachri Albar dan Joko Anwar.
Ada pula kesempatan TV interview oleh TV lokal FBS yang mewawancarai Joko Anwar, Marsha Timothy dan fachri Albar.
Walaupun perjalanan ke Fukuoka ini sangat singkat, namun kita masih berusaha untuk berjalan-jalan menikmati Fukuoka yang indah, dan tentu diisi dengan wisata kuliner,Fukuoka terkenal dengan makanannya, seperti; sashimi, uni, ama ebi, squid, abalone, daging Saga untuk Teppanyaki, dan Tempura yang kering dan garing. Dan yang menyenangkan adalah harga makanan di Fukuoka relatif lebih murah dibandingkan kota lain di Jepang seperti Kyoto, Osaka dan Tokyo.
Banyak sekali kuil indah disekitar Fukuoka, dan kami berkesempatan untuk mengunjungi satu kuil besar yang berada di daerah Dazaifu. Lokasinya sangat luas. Selain kuil, ada juga zen garden yang indah, dan juga ada pertokoan sepanjang jalan menuju kuil. Disitulah kami akhirnya menemukan toko souvenir “Arashi”, band Jepang yang sedang in saat ini, titipan teman kami. Sayangnya karena kesibukan masing-masing, kami harus kembali ke Jakarta pada tanggal 19 September, dan tidak berkesempatan menikmati film-film seleksi dari negara lain, juga tidak bisa menghadiri acara penutupan pada tanggal 22 September. Namun semangat kami untuk menghasilkan karya yang lebih baik terutama di film berikut Joko Anwar yaitu “Eksekutors” semakin menggebu.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Focus on Asia Fukuoka International Film Festival karena sambutan yang hangat dan penghargaan yang kalian berikan kepada hasil karya kami Pintu Terlarang yang dibuat dengan segenap jiwa dan hati oleh seluruh crew dan cast-nya. Semoga perfilman Indonesia dengan segala keterbatasan dan kesulitan yang dihadapinya bisa semakin maju, dan terus menghasilkan karya-karya yang bisa membuat perfilman Indonesia bisa berada pada peta perfilman dunia.