Minggu, 22 Agustus 2010

JB Kristanto : "Maka Lengkaplah Penderitaan Itu"

Maka Lengkaplah Penderitaan Itu
-- JB Kristanto

JUMLAH penonton film nasional tahun ini menurun drastis, hingga tidak ada satu pun produser yang berani menayangkan filmnya selama bulan puasa. Peristiwa pertama sepanjang sejarah. Film nasionalis Darah Garuda pun memilih penayangan pada tanggal sekitar Lebaran mendatang, yang sudah menjadi tradisi untuk ”panen” penonton. Sebenarnya kondisi semacam ini sudah bisa diduga. Dua tahun lalu sudah muncul peringatan akan munculnya kondisi ini, tetapi tak ada yang peduli. Masalah pokoknya masih sama: tata edar, prasarana bioskop, plus kualitas film semakin memburuk.

Untuk itu, mari mengumpulkan data-data lebih dulu meski tidak mudah. Pertama data prasarana dan tata edar: tidak berubah. Jumlah tayangan tidak berbeda mencolok dalam tiga tahun terakhir. Distributor dan jaringan bioskop tetap dua. Jumlah bioskop bertambah sedikit. Kalau dua tahun lalu ada 127 gedung dengan 524 layar (21 dan Blitz), sekarang 139 gedung dengan 619 layar.

Yang agak rumit adalah mengumpulkan data jumlah penonton. Dua tahun lalu sejumlah produser (Mira Lesmana, Nia Dinata, Deddy Mizwar, Chand Parwez, Shanty Harmayn, dan Hatoek Soebroto) menyatakan hendak mengumumkan data penonton film mereka. Pernyataan itu disampaikan setelah diskusi ”10 Tahun Kebangkitan Film Indonesia” (Kompas, 10-12-2008). Undang-undang Perfilman yang baru pun mengharuskan adanya keterbukaan data penonton itu. Semuanya seolah dilupakan.

Dalam empat tahun terakhir, bisa dilihat bahwa terjadi lonjakan mencolok dari tahun 2007 ke 2008, dari 17.570.000 jadi 32.695.681 penonton. Lonjakan ini harus dilihat dengan hati-hati karena film yang ditayangkan tahun 2007 hanya 54 film, sementara tahun 2008: 91 film. Ditambah lagi, pada 2008 ada dua film yang menghasilkan rekor: Laskar Pelangi (4,5 juta penonton) dan Ayat-ayat Cinta (3,7 juta). Tahun 2009: 83 film menghasilkan 29.308.659 penonton. Tahun 2009 tidak ada yang ”meledak”, tetapi ada enam film yang raihan penontonnya di atas 1 juta, bahkan satu film di atas dua juta orang, Ketika Cinta Bertasbih (2,4 juta penonton).

Tahun sekarang benar-benar mengkhawatirkan. Hingga awal Juli, sudah tayang 49 film. Jumlah penontonnya: 7.799.221 orang. Perolehan jumlah penonton tertinggi tahun ini, 18+, hanya 512.973 orang. Kalau dibanding dengan perolehan tahun lalu, 18+ ini hanya menduduki peringkat 15. Petunjuk kemerosotan drastis.

Perolehan jumlah penonton 2010 akan bertambah sedikit dengan ditayangkannya enam film lagi pada bulan Juli itu. Belum diperoleh angka pasti jumlah penontonnya, tetapi bisa diduga bahwa raihan jumlah penontonnya tidak terlalu berarti. Lalu, masih ada empat bulan lagi untuk sampai akhir tahun. Yang jelas empat-lima film sudah siap tayang sekitar Lebaran, dan yang tengah berproduksi sekitar 15 film. Berarti, diperkirakan masih ada 20 film lagi yang akan tayang tahun ini. Kalau hitungan ini benar, maka rasanya angka perolehan tahun 2007 saja akan sukar disamai.

Sudah diduga

Seperti sudah disebut tadi, kondisi ini sudah diduga sebelumnya. Dua tahun lalu terungkap bahwa tidak mungkin prasarana bioskop yang ada bisa menampung jumlah produksi film nasional. Mari kita lihat: pada 2007 rata-rata per bulannya adalah 4,5 judul, 2008: 7,5 judul, 2009: 7 judul, dan 2010: 6 judul. Kalau pada 2007 setiap minggu tayang satu judul, maka pada tahun-tahun berikutnya satu minggu tayang dua judul. Artinya, setiap judul hanya kebagian tiga-empat hari tayang.

Tentu hitung-hitungan tidak eksak seperti itu karena dua atau tiga judul bisa tayang pada tanggal yang sama di gedung berbeda. Akan tetapi, tolong juga diingat bahwa Kelompok 21 sekarang sudah ”membagi” diri dalam kelas Premiere, XXI, dan 21. Film nasional yang ”biasa-biasa” saja (jumlahnya mayoritas) adalah film-film yang masuk kelas ”21” tadi. Kalaupun jumlah gedung 21 sekarang bertambah (133 gedung, 560 layar, termasuk Premiere dan XXI: 174 layar), jumlah terbesar menumpuk di Jabotabek (73 gedung, 301 layar, termasuk Premiere dan XXI: 162 layar). Itu juga berarti hanya di Jabotabek tiga atau empat judul bisa serentak ditayangkan. Itu saja sudah dengan asumsi ada dua judul tayang di gedung yang sama. Sesuatu yang merugikan. Hal itu pasti terjadi di luar Jakarta, Surabaya, dan Bandung, yang hanya memiliki satu sampai empat gedung bioskop.

Semua bioskop kelompok 21 masuk klasifikasi bioskop first run, yang mendapatkan jatah pemutaran film pertama. Bioskop-bioskop second run di kota-kota besar sudah lama lenyap, sementara di kota-kota kecil tetap merana. Hasil pemetaan tim BP2N ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera menunjukkan masih ada 47 gedung ”non 21” dengan 75 layar (Delta Film, 3/1/16 Juni 2010). Data ini diragukan kesahihannya karena disebut ada dua gedung ”non 21” di Surabaya, yang kenyataannya tidak ada lagi. Keluhan bioskop second run ini masih tetap sama: minta copy film nasional lebih cepat hingga waktu penayangannya tidak terlampau jauh dibanding kota-kota besar.

Di pihak lain, pengalaman produser yang berhubungan langsung dengan mereka—sekarang ini tidak ada lagi pengedar daerah—mengeluhkan ”ketidakberesan” keuangan pemilik gedung. Ini jadi buah simalakama: pemilik gedung tidak berani membeli film secara tunai, sementara produser tidak bisa mengontrol jumlah penonton yang dihasilkan jika ditayangkan dengan sistem bagi hasil. Keinginan gedung second run ini mendapat copy film secara lebih cepat bisa dipahami karena mereka khawatir didahului oleh peredaran VCD/DVD dan tayangan televisi. Umumnya, VCD/DVD film nasional bisa didapat di toko sekitar empat bulan setelah tayang di bioskop first run.

Produser enggan menambah copy film (Rp 12 juta/copy), karena itu berarti penambahan biaya produksi. Tata edar yang sekarang berlaku membuat produser ingin secepatnya meraih pendapatan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Ini sangat berbeda dengan tata edar tahun 70-an dan 80-an. Kalau dulu produser memiliki sekitar 20 copy, maka sekarang produser paling sedikit mencetak sekitar 40 copy. Jumlah ini pun paling hanya bisa mencakup sekitar 80 layar di beberapa kota (Jabotabek saja menghabiskan 30 copy). Kalau dulu sebuah film beredar sekitar setahun untuk menuntaskan siklusnya, maka sekarang hanya terhitung satu-tiga minggu. Tidak aneh kalau hanya dalam empat bulan film itu sudah beredar dalam bentuk VCD/DVD. Mereka tidak memperhitungkan sama sekali potensi bioskop second run karena tidak banyak berpengaruh dalam jumlah penonton.

Kerepotan

Bahkan, produser sekarang memiliki kerepotan baru: gudang copy film yang jumlahnya berjibun itu. Maka, tidak aneh kalau ada kabar bahwa mereka menjual murah copy film itu. Ada film yang dibeli dengan harga Rp 7,5 untuk empat copy. Produser lain menawarkan filmnya yang baru selesai edar dengan harga Rp 5 juta untuk empat copy. Bahkan, ada yang menjualnya dengan harga Rp 1 juta per copy.

Kalau hendak mengambil sisi positifnya, kondisi demikian ini bisa menumbuhkan bisnis tersendiri. Bisa dimunculkan kembali pengedar film daerah yang tentu harus bekerja sama dengan pemilik-pemilik bioskop ”non- 21” dan produser. Pengedar bisa mengumpulkan film dari produser dengan harga murah dan meminta produser agar menunda peredaran VCD/DVD-nya. Dengan jumlah judul film yang cukup, ia bisa menjamin pasokan ke bioskop, sambil meminta agar bioskop membenahi administrasinya. Bila tayangan teratur, bioskop bisa mulai mendatangkan penonton dan membenahi fasilitasnya. Mudah-mudahan—kalau cara ini berhasil—akan muncul jaringan bioskop second run. Masalahnya: siapa yang mulai.

Uraian tentang peredaran film nasional di atas tidak boleh menutup sisi lain industri film: kualitas dan kreativitas film itu sendiri. Sisi terakhir ini juga sangat mengkhawatirkan. Nyaris tidak ada tawaran pembaruan sama sekali, bahkan mayoritasnya hanya mengunyah-ngunyah sampah gagasan lama tanpa pendekatan lain. Saking tumpulnya dan merobotnya cara kerja pembuat film, mulai muncul kembali gejala tahun 1993-1999 saat runtuhnya film nasional: eksploitasi seks secara serampangan. Itu pun hanya 12 film yang ditonton lebih dari 300.000 orang, batas raihan laba dengan standar biaya produksi Rp 2 miliar. (2007: 21 film; 2008: 42 film; 2009: 36 film).

Gambaran itu juga yang menyebabkan film-film dengan kualitas gagasan ataupun penanganan cukup baik, terimbas kesan jelek. Alangkah Lucunya (Negeri Ini) masih beruntung memperoleh 389.130 penonton, Tanah Air Beta: 350.000 penonton, tetapi Minggu Pagi di Victoria Park: hanya 24.000 penonton. Tiga film inilah yang pada tahun ini bisa dianggap memenuhi standar kualitas. Suatu jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan 54 film yang beredar.

Maka lengkaplah penderitaan itu.

JB Kristanto, Wartawan Senior

Sumber: Kompas, Minggu, 22 Agustus 2010

Senin, 16 Agustus 2010

Adegan Seksi di mata pecinta Film Indonesia

"sairaa berwudhu,slow motion,dlm cin(T)a" - @ekkyij

"Richard kevin di film From Bandung With Love." - @BeLLa_BeLLok

"Saat Jenny Rachman berjuang di perlombaan lari di 'Gadis Marathon', itu... #seksi" - @film_indonesia

"Waktu Bang Ben jadi Tarzan...... " - @Andi_A_Fitrah

"di film G30S PKI " Penderitaan itu pedih, Jendral" - @dhanarun

"Adegan @film_indonesia #seksi itu close up bibir annisa yg basah waktu lg wudhu di cin(t)a.. " - @ferryaldino

"Adegan sakera & maida kencan di warung berdua dgn backsong "di bwh sinar bulan purnama" (Ruma Maida)" - @daniarsuryowati

"tiap kali jani manggil radit "bodoh.." Itu #seksi banget hehe :)" - @yoancoyo

"@film_indonesia yang #seksi itu waktuu cinta nengok di kwitang pas abis berantem sama rangga di Ada Apa Dengan Cinta" - @lelelaila

"waktu si Jani ngunciin Radit di kamar gara" sakau" - @shiningARA

"pas Rifnu Wikana (dayan) teriak MERDEKA di film merah putih" - @hydeitem

"@film_indonesia waktu radit nyuapin jani di radit&jani itu #seksi" - @ninsgianindya

"Barry Prima saat berkelahi di pasar dlm realita cinta &rock n roll @film_indonesia" - @ce_ko

"adegan Dara dgn rambut terurainya pegang pedang abis bunuh si botak yg berdiri diatas meja itu #seksi bgt di film." - @superranny

"Setiap pertarungan Lasmini & Mantili di 'Saur Sepuh' itu... #seksi” - @film_Indonesia

"Siluet shanty dan rieke dlm berbagi suami" - @doniagustan

"Semua adegannya Oka Antara di Hari Untuk Amanda :)" - @winnywitana

"pas soe hok gie ngutarain gagasan2nya" - @hydeitem

"waktu radit relain jani pulang ke ortunya itu" - @ninsgianindya

"Denias mandi di air terjun :p" - @albertfakdawer

"Naga Bonar bilang " Jenderal, turunkan tanganmu… apa yang kau hormati siang dan malam itu???........" - @Andi_A_Fitrah

Jumat, 06 Agustus 2010

Pooling Film Paling Berkesan 2010 (so far - semester 1)

'RUMAH DARA' - unggul dari awal.


Akun twitter media apresiasi Film Indonesia yang difollow sudah lebih dari 5,000 pecinta film Indonesia, telah mengadakan pooling di blog ini selama periode: 31 Juli - 6 Agustus 2010.

Sebelumnya sudah dilakukan tweet yang menanyakan dari 50 judul film naik layar dari 1 Januari - 31 Juli 2010, apa saja film yang paling berkesan bagai pecinta film Indonesia. Jawaban yang muncul mengarah pada 7 judul film yang kemudian di-vote kembali oleh para penonton blog, melalui mekanisme otomatis vote hanya melalui blog ini.

Akun twitter @film_Indonesia memang sudah mulai sejak 26 Desember 2009, namun untuk blog, ini adalah media apresiasi lanjutan yang terhitung masih baru. Hit pengunjung pun belum sampai 500 'penonton blog'.

Begitu pula dengan vote yang masuk. Tercatat suara yang masuk berasal dari 58 voters yang boleh menyuarakan lebih dari 1 pilihan. Sehingga total suara yang masuk adalah 97 suara. Dan hasilnya 47% voters memilih 'Rumah Dara' sebagai film paling berkesan 2010 so far. Atau setara dengan 28% dari total suara terkumpul.

Berikut adalah urutan hasil pooling FILM PALING BERKESAN 2010 (so far - first semester) - % setiap film adalah dari 58 voters

1. Rumah Dara (22 Januari 2010) - Mo Brothers
47%
Genre slasher yang terbilang baru di layar film Indonesia ternyata memikat pecinta film Indonesia. Tagline 'enak kaan' benar-benar mengisi timeline twitter pada masa tayang film ini. Pun kemudian menjadikan film ini trendsetter bagi film 'slasher-slasheran' yang dirilis setelahnya.

2. Hari Untuk Amanda (7 Januari 2010) - Angga Dwimas Sasongko
29%
Cinta segitiga di awal tahun ini ternyata benar-benar meninggalkan kesan mendalam bagi pecinta film Indonesia. Arahan sang sutradara pada permainan akting aktor & aktrisnya mampu membuat penonton merasakan 'cinta lama bersemi kembali' ini. Merasa senasib mungkin?

3. ditempati oleh 2 film:

a. Alangkah Lucunya Negeri Ini (15 April 2010) - Deddy Mizwar
24%
Film yang sarat pesan moral yang disampaikan dengan cara unik melalui dunia yang tidak biasa. Mendidik komplotan pencuri cilik me-manage keuangannya untuk kemudian dijadikan modal usaha. Apakah misinya berhasil? Yang pasti film ini berkesan bagi pecinta film Indonesia. Bravo!

b. Minggu Pagi di Victoria Park (10 Juni 2010) - Lola Amaria
24%
Tema yang kuat, akting yang mumpuni, visual yang menarik sudah bisa dipastikan ini adalah film yang berkesan di tahun 2010 ini. Keberanian produser mewujudkan ide luar biasa ini patut diapresiasi pecinta film Indonesia, sehingga kita dapat menyaksikan karya yang indah dan komplit ini.

4. 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta (1 July 2010) - Benni Setiawan
17%
Kembali bercerita mengenai cinta segitiga. Kisah tentang gejolak 3 hati dari 2 dunia berbeda, baik agama, budaya dan tingkat sosial, untuk yang memperebutkan 1 cinta pria sastrawan keturunan Arab pecinta karya WS Rendra. Siapa yang berhasil? Yang pasti unsur kekeluargaan dan celoteh singkat yang lucu menghiasi sepanjang film ini. Berkesan.

5. Tanah Air Beta (17 Juni 2010) - Ari Sihasale
16%
Setting yang tidak biasa bagi mata pecinta film Indonesia tentu menjadi suatu kesan yang tak terlupakan. Kering, gersang, namun banyak kisah yang dapat diceritakan. Salah satunya perpisahan kakak beradik karena 'perpisahan negara' menjadi tema yang menarik untuk disimak. Kepolosan akting pemain mudanya juga makin menguatkan film ini. Patut diingat juga keberhasilan 'make over' aktris Alexandra Gottardo yang biasa terlihat caktik dan glamor, di film ini menjadi amat sangat.... (anda punya kesan tersendiri bukan?) luar biasa!

6. Menebus Impian (15 April 2010) - Hanung Bramantyo
10%
Tema semangat meraih impian dibalut dengan keindahkan visual tempat yang biasa menjadi luar biasa saat ditonton di layar lebar menjadi kesan tersendiri bagi pecinta film Indonesia. Area MLM yang dijadikan media pencapai keberhasilan juga sesuatu yang tidak biasa. Menarik.


Dari 97 total suara yang masuk. Proporsinya adalah:
1. Rumah Dara - 28%
2. Hari Untuk Amanda - 18%
3. Alangkah Lucunya Negeri Ini - 14%
4. Minggu Pagi di Victoria Park - 14%
5. 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta - 10%
6. Tanah Air Beta - 9%
7. Menebus Impian - 6%


Pooling apapun mungkin tidak 100% akan memberikan jawaban paling memuaskan. Namun demikian gambaran umum film Indonesia yang berkesan sepanjang semester pertama 2010 ini. 50 judul film, beberapa tentu meninggalkan kesan yang mendalam di hati pecinta film Indonesia. Semoga di semester akhir 2010, akan ada pilihan yang lebih menarik, lebih berkesan. Awal 2011, kembali akan diadakan pooling film paling berkesan 2010. Sampai jumpa. Selanjutnya akan ada pooling aktor & aktris paling berkesan 2010. Ayo vote!

Selamat untuk 'Rumah Dara'. Enakk kaan...jadi yang paling berkesan :)


- Tetap cintai film Indonesia dulu, kini dan nanti -

Cari Film Indonesia

Website Resmi OfficialfilmIndonesia.com